Selasa, 21 Mei 2013

CERPEN


Musibah Membuatnya Tak Bisa Bersekolah
Pagi itu sangat indah. Matahari bersinar cerah sehingga pohon-pohon kelihatan hijau berkilap. Puncak gunung mulai terlihat jelas. Langit sangat bersih berwarna biru cerah.
Keindahan alam itu membuat aku  ingin menikmati indahnya alam pegunungan. Aku bersama teman keluar hotel untuk menghirup udara segar dengan berjalan-jalan. Tidak jauh dari hotel, aku berpapasan dengan seorang gadis kecil yang membawa baskom.
“Mendoan, bakwan, masih hangat, “ katanya menawarkan.
Setelah aku mendengar  tawarannya, aku tertarik untuk menikmati makanan hangat yang menjadi kesenanganku itu. Aku pun memanggilnya. Ia segera menurunkan baskom. Ternyata benar, makanan yang ada dibaskom itu masih hangat. Aku memilih beberapa mendoan dan bakwan. Sambil memilih makanan, aku bertanya pada si gadis kecil itu.
“Dik, masih kecil, kok , sudah berjualan. Apa kamu tidak sekolah?” tanyaku ingin tahu.
“Tidak. Saya terpaksa tidak sekolah karena tidak punya biaya,” jawabnya terus terang, “saya sekolah sampai kelas 4, kemudian berhenti,”lanjut gadis kecil itu.
“Bapak dan ibumu tidak bekerja?” tanyaku penuh selidik.
“Ayah dan ibu dulu bekerja sebagai pedagang sayur  di pasar. Tapi, mereka mendapat kecelakaan ketika membawa  dagangannya pada pagi buta. Keduanya pun meninggal. Sejak itu, saya dan adik tidak bisa meneruskan sekolah. Saya keluar waktu kelas 4, sedangkan adik saya kelas 3,”cerita gadis cilik penjual mendoan itu.
“Adikmu sekarang di mana?” tanyaku lebih lanjut.
“Adik tinggal bersama saya dan sekarang sedang berjualan koran,” jelasnya.




Saya benar-benar  terharu mendengar cerita si gadis kecil itu. Seharusnya, anak seusia dia belum pantas melakukan kegiatan seperti  orang dewasa. Tetapi apa boleh buat, musibahlah yang menyebabkan dia harus berbuat seperti itu.
Uang Rp20.000,00-an kukeluarkan dari kantongku untuk membayar beberapa mendoan dan bakwan yang kubeli.
“Wah, belum ada kembaliaannya, Kak!”  kata gadis itu sambil tengok kanan dan kiri mencari warung untuk menukarkannya. Tetapi, sepagi itu belum ada warung yang buka.
“Kamu tidak usah bingung. Kelebihannya untuk kamu,”kataku.
“Terima kasih, Kak, terima kasih,” ucap gadis itu sambil membungkuk-bungkukkan badannya.
Baru kali ini aku melihat orang berterima kasih setulus itu, kataku dalam  hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar